Jumat, 02 April 2010

Berguru Talent ke Negeri Orang


Sekitar 33 tahun lalu konsep Competency Based Human Resources (CBHRM) diperkenalkan pertama kali oleh Prof Dr David McClelland di Amerika Serikat. Konsep management HR ini berkembang dan terus mendunia seolah tanpa pesaing, termasuk Indonesia.
Namun kemunculan Talent Based Human resources Management (TBHRM) memberi angin baru bagi dunia HR. Silih berganti konsep ini diadopsi oleh perusahaan-perusahaan mumpuni di negeri seberang. Lalu bagaimana dengan Indonesia? Benarkah di negeri ini konsep ini kalah popular dengan CHBRM?


Beberapa bulan lalu, Pakar HR Pande Nyoman Agus Jaya, melalui sebuah seminar yang digelarnya di Jakarta menggagas perlunya perusahaan di Indonesia untuk tidak melulu menerapkan konsep Competency Based Human Resources Manage ment (CBHRM) dalam mengembangkan sumber daya manusia yang dimiliki. Selain konsep 

CBHRM itu sudah dianggap ketinggalan zaman, Pande N Agus Jaya menganggap kegagalan yang dimunculkan dalam penerapan konsep itu cukup tinggi. “Hasilnya kalau boleh jujur saya sampaikan, 90% gagal,” terang Pande kepada Human Capital ketika itu.

Untuk mendukung asumsinya itu, Pande pun menawarkan sebuah konsep baru, Talent Based Human Resources Management (TBHRM). Konsep yang fokus pada potential talent yang dimiliki setiap orang ini menurut Pande sudah diterapkannya sejak 20 tahun lalu. Sejak saat itu pula konsep ini terus tumbuh dan berkembang di negera asalnya menggusur konsep CBHRM yang telah lebih dulu mengglobal sejak diperkenalkan Prof Dr David McClelland 33 tahun lalu.

Sejumlah perusahaan multinasional yang mapan menerapkan konsep tersebut di antaranya, Citibank, Caltex, Unilever, Coca Cola, Standard Chartered, HSBC Bank, dan masih banyak lagi. Sedangkan di perusahaan-perusahaan lokal muncul nama PT Wijaya Karya, Bank Mandiri, Bank Central Asia, PT Lautan Luas Tbk. Meski begitu, konsep TBHRM ini belum digunakan bahkan dikenal secara luas di kalangan perusahaan lokal Indonesia.

MedcoEnergi misalnya, perusahaan minyak dan gas yang cukup besar ini baru melakukan transisi dari CBHRM menuju TBHRM. “Sekarang ini kita sedang transisi ke arah talent. Kita juga ingin mengalokasikan source kita ke arah yang lebih tepat. Artinya tidak produksi masal tapi produksi yang ekslusif lah. Dalam arti kita memang

mengalokasikan sesuatu ketempat yang pas lah,” terang Manager of Human Capital Development MedcoEnergi Salmar Ngadikan.

Head of Human Resources Standard Chartered Irene Wuisan ketika ditemui di ruang kerjanya akhir bulan lalu juga mengakui soal ketidak populeran konsep TBHRM ini di kalangan perusahaan lokal Indonesia. “Dari artikel yang saya baca, perusahaan di luar negeri atau perusahaan asing yang ada di Indonesia rata-rata sudah menggunakan

konsep Talent Management tersebut dalam membina dan mengembangkan SDM nya supaya lebih berpotensi, tapi jarang terdengar untuk yang perusahaan local,” terangnya lagi.

Perusahaan-perusahaan itu menginvestasikan uang yang cukup banyak di dalam membina dan mengembangkan sumber daya manusianya. “Dan saya yakin di tahun-tahun mendatang di Asia akan lebih banyak lagi investasi yang ditanamkan untuk membina dan membangun SDMnya dan Cina sedang bergerak kea rah sana” ucap Irene lagi.

Selain itu, Irene juga mengakui perusahaan tempatnya bekerja saat ini telah menerapkan konsep TBHRM ini sejak lama. “Begitu saya pindah ke sini (Standard Chartered-red), perusahaan ini telah menerapkan konsep ini, dan hasilnya efektif” terang Irene ketika ditemui di ruang kerjanya akhir bulan lalu.

Hanya saja, seputar efektifitas konsep tersebut Irene yang juga paham betul me ngenai konsep CBHRM menyatakan tak jauh beda dengan bila menerapkan CBHRM. “Tinggal bagaimana kita mengelolanya karena ujung-ujungnya dua-duanya bagus tinggal bagaimana kita mengkombinasikannya saja, dan itu bisa berjalan dengan bagus dan tidak terputus-putus,” ungkap Irene lagi.

Sedangkan HR & Administration Director Coca Cola Indonesia Sandra Sahupala juga mengaku telah menerapkan konsep Talent Management di perusahaannya. “Perusahaan saya sudah menerapkan konsep ini, dan terus menyempurnakan program-program dan sistem pendukungnya,” terang Sandra yang ditemui seusai mengajar

di salah satu hotel di bilangan Kemang Jakarta selatan. Menurut wanita bule ini, tujuan diterapkan nya konsep ini agar seluruh perusahaan bisa fokus dan optimal kepada sumber daya manusia yang merupakan talenta-talenta perusahaan.

“Secara konseptual pengelolaan SDM, konsep ini bertujuan untuk memaksimalkan pengembangan karyawan, mempersiapkan SDM/talenta yang kompeten di waktu yang akan datang, dan membuat talenta-talenta perusahaan tidak mudah meninggalkan perusahaan (retention strategy),” terang Sandra.

Perusahaan berbasis asing lainnya, PT Unilever Tbk, juga mengaku telah menggunakan konsep ini dalam mengembangkan sumber daya manusianya. Menurut Direktur Human Resources PT Unilever Indonesia Tbk Josef Bataona ketika ditemui Anung Prabowo dan Aditiyo Wirawan di ruang kerjanya pertengahan Nopember lalu, konsep 

Talent Management ini ia terapkan secara terpadu dengan konsep yang telah berkembang lebih dulu, Competency Based Human Resources Management. “Karena kompetensi itu adalah bagaimana kemampuan orang itu. Kemapuan itu dalam kaitan dengan bagaimana dia bisa melalakukan pekerjaan itu sendiri dalam kaitan dengan 

professional skill itu membuat konsep ini masih perlu untuk mendukung konsep Talent yang muncul belakangan,” terangnya.

Perusahaan lokal

Tidak populernya konsep TBHRM ini di perusahaan lokal Indonesia tentu menyisakan sejumlah pertanyaan, apakah konsep ini betul-betul mampu secara efektif membawa sebuah perusahaan ke sebuah lompatan yang lebih besar lagi atau memang tak mungkin menerapkan konsep ini di dalam kultur sebuah perusahaan local Indonesia.

Beberapa praktisi dan pemerhati HR justru meyakinkan bahwa konsep Talent Management ini dapat diterapkan oleh organisasi manapun, tak peduli apakah itu lokal maupun asing. “Sejauh budaya organisasi tersebut didasari pada belief bahwa SDM merupakan aset perusahaan, sehingga pelatihan dan pengembangan merupakan suatu tindakan investasi, maka perusahaan atau organisasi apapun dapat saja menerapkan konsep ini, sejauh manajemennya mempunyai komitmen untuk mengadakan dan mempertahankan persyaratan-persyaratan yang dibutuhkan” terang Sandra pasti.(Baca, Prasyarat Penerapan Konsep Talent Management)

Hanya saja menurut Sandra lagi, banyak perusahaan mengatakan bahwa SDM bagi mereka sangat penting dan perusahaan itu telah menyediakan anggaran pelatihan yang besar. “Namun kebanyakan itu lip-service saja. Mereka mungkin tidak memahami apa yang harus dilakukan supaya “investasi” yang didedikasikan pada pengembangan

SDM tidak sia-sia. Ataupun mereka memahaminya tetapi tidak serius menganggap SDM sebagai asset melainkan hanya sebagai sarana agar pekerjaan dikerjakan dan biasanya mempunyai visi yang sangat jangka pendek,” lanjut Sandra.

Irene Wuisan pun beranggapan sama, menurutnya perusahaan lokal pun bisa menerapkan konsep ini. “Asalkan perusahaan tersebut memiliki 3 unsur,” ujar Irene. Ketiga unsur yang dimaksud, infrastrutur yg cukup kuat, komitmen dari manajer untuk memakai metode ini, serta sumber daya manusia yang bisa diandalkan. “Bila itu dimiliki maka perusahaan itu dapat dengan mudah mengadopsi konsep tersebut,” tambah Irene.

Sementara itu, Managing Director Multi Talent Indonesia Irwan Rei menyatakan kalau penerapan konsep Talent Management ini tidak dipengaruhi oleh apakah perusahaan xyz itu lokal atau asing. “Semua organisasi yang memerlukan manusia untuk mencapai tujuan-tujuan bisnisnya pasti memerlukan sistem dan proses untuk menarik dan me-ngelola SDM-SDM pilihannya,”paparnya.

Masih menurut Irwan, perbedaan antar organisasi satu dengan yang lain terletak pada tingkat sophistication-nya. Organisasi yang satu mungkin banyak tergantung pada feeling atau perasaan pemimpin di dalam mengelola sdm-sdm di dalamnya, sementara organisasi yang lain telah memiliki sistem atau SOP yang rapi dan didukung oleh 

studi yang lengkap mengenai kompetensi pegawai yang diperlukan, pola pergerakan pengembangan karir yang dibangun berdasarkan kriteria dan proses yang jelas, sistem dan program SDM yang dibangun dengan mempertimbangkan faktor-faktor yang mempe-ngaruhi kepuasan, motivasi maupun tingkat engagement pegawai.

Sehingga untuk bisa menerapkan konsep tersebut, yang perlu dilakukan pertama-kali oleh perusahaan itu menurut Irwan adalah dengan melihat bahwa ada dua pihak yang terlibat di sana. “Di satu sisi ada perusahaan (shareholders) yang memiliki visi, misi, tujuan organisasi, strategi bisnis maupun resources (finansial maupun non-finansial) yang terbatas, dan di sisi lain adalah SDM-SDM yang diharapkan dapat bergabung dan membantu organisasi mencapai tujuan-tujuannya,”ungkap Irwan.

Organisasi perlu tahu persis apa yang ingin dicapai? Bagaimana strategi mencapainya? Organization capabilities apakah yang diperlakukan? Kompetensi apakah yang diperlukan? Bagaimana dan dimana mendapatkan SDM-SDM dengan kompetensi yang diinginkan tadi? Apa yang menjadi faktor-faktor utama (drivers) yang mempengaruhi motivasi mereka dalam bekerja?

“Jawaban-jawaban akan pertanyaan ini akan membantu organisasi membangun sistem dan program SDM, mulai dari proses recruitment, staffing, career development & training, performance management, sampai employee separation, yang sesuai,”lanjutnya.

Pengelolaan Sumber Daya Manusia

Beragamnya penjabaran konsep Talent Management ini menjadikan konsep ini kian istimewa. “Kita bisa datang dengan label, istilah dan ruang-lingkup yang berbeda-beda mengenai konsep “talent management”, namun pengelolaan SDM atau “managing talent” sebenarnya sudah lama dilakukan oleh demikian banyak organisasi dengan tingkat kecanggihan sistem dan program SDM pendukung yang berbeda-beda,” urai Irwan Rei.

Gaungnya menurut Irwan semakin terdengar seiring dengan persaingan bisnis yang semakin tinggi dan yang lalu mendorong organisasi untuk semakin serius di dalam menarik dan mengelola SDM-SDM pilihannya. Berbeda dengan misalnya konsep Balanced Scorecard dimana ada Kaplan dan Norton sebagai pencetus idenya, tapi tidak mudah untuk menunjuk siapa yang melakukannya untuk konsep talent management.

“Karena demikian banyak pihak, termasuk konsultan-konsultan besar di dunia mempopulerkan istilah ini. Meski label atau istilah yang digunakan sama, perbedaan umumnya didapatkan pada ruang lingkup (scope), proses maupun istilah-istilah pendukung yang digunakan, walau kalau dicermati lebih-dalam, semuanya fokus untuk menjawab tantangan bagaimana organisasi dapat “mengelola talent” dengan baik sehingga tujuan-tujuan mereka dapat tercapai,”terangnya lagi.

Irene Wuisan pun mengakui banyaknya penafsiran terhadapkonsep itu. “Kalau kita lihat dari perusahaan satu ke perusahaan yang lain, itu banyak sekali definisi-definisi yang berbeda-beda, jadi kembali tergantung kepada perusahaannya itu sendiri,” ujar Irene.

Hanya saja Irene mengaku banyak melihat pergeseran pendekatan dalam menerapkan konsep Human Resources Management yang ada. Kalau dulu kata Irene, orang-orang itu harus disesuaikan dengan pekerjaannya, ini menjadi focus dari konsep CBHRM, sekarang mulai bergeser.

“Sekarang mulai megarah kepada karyawannya sendiri, karyawannya punya keahlian apa sih, karyawannya ini kelebihan-nya ada dimana, dan itulah yang ditumbuhkan, dibina dan diangkat supaya karyawan ini potensinya bisa lebih tergali, itulah yang dibilang memanage talent, jadi talent itu disini lebih kepada si karyawannya sendiri,” terang Irene memaparkan konsep Talent Managementnya.

Dengan menerapkan konsep Talent Management, Irwan melihat sebagai sebuah proses yang dilakukan oleh organisasi untuk menjawab tantangan yang ada. Dalam lingkup yang luas, bagi Irwan managing talent tidak hanya berbicara mengenai pengembangan karir pegawai, namun bagaimana organisasi dapat menarik dan mengelola SDM-SDM pilihannya, sehingga tujuan organisasi dapat tercapai. “Ini berarti mulai dari proses rekrutmen, penempatan pegawai, penilaian kinerja, pelatihan dan pengembangan karir, sampai pegawai meninggalkan perusahaan di arahkan untuk menjawab tujuan tersebut”,lanjutnya.

Dan itu menurut Irwan bukan masalah yang sederhana, karena untuk melakukan itu, organisasi perlu mengetahui apa yang membuat SDM-SDM yang handal ini tertarik untuk bergabung dan bekerja dengan baik di dalam organisasi dan menyeimbangkannya dengan apa yang ingin dicapai oleh organisasi. “Ada dua pihak yang terlibat di sana: pegawai dan perusahaan, masing-masing dengan kebutuhan yang tidak selalu sama, sehingga perlu dicari titik temunya. Perusahaan memiliki visi dan misi, strategi untuk mencapainya, maupun organization capabilities yang perlu dibangun, sementara pegawai memiliki kebutuhan akan pengembangan karir, reward & recognition, maupun lingkungan kerja yang menyenangkan,”tutup Irwan. • (ich)

Prasyarat Penerapan Konsep Talent Based Human Resources Management

Untuk dapat menerapkan konsep itu secara konsisten dan dapat memberi manfaat yang berarti dalam pengelolaan perusahaan. Maka perusahaan tersebut harus memenuhi beberapa prasyarat; 

1. Manajemen telah menetapkan kriteria-kriteria dari talenta-talenta kunci, dan menerapkan proses seleksi dan assesmen periodik talenta-talenta kunci yang ketat berdasarkan kriteria-kriteria tersebut.

2. Manajemen mempunyai suatu sistem penempatan talenta-talenta kunci yang baik. Biasanya talenta-talenta kunci menempati posisi pekerjaan yang penting (critical job positions), dan senantiasa diberikan tugas-tugas atau proyek-proyek yang penuh tantangan.

3. Terdapat Sistem Pengelolaan Kinerja (Performance Management System) yang baik dan adil. Tanpa adanya sistem pengelolaan kinerja yang baik dan adil, penilaian kinerja dan prestasi karyawan akan didasari pada “Like and Dislike”.

4. Terdapat suatu keadaan kesempatan yang sama (Equal Opportunities) dan pelakuan adil yang didasari pada assesmen yang faktual.

5. Agar c dan d dapat dipenuhi maka hal ini sejogyanya didukung dengan suatu kebijakan SDM (human resources policies) dan alat dan sistem penilaian kinerja (performance appraisal system and tools) yang secara konsisten diterapkan. Artinya tidak terdapat perlakuan yang khusus bagi orang-orang tertentu.

6. Manajemen menerapkan suatu sistem pengakuan dan penghargaan yang bersaing. Bukan hanya sistem kompensasi finansial yang baik, tetapi juga program pengakuan dan penghargaan yang non-finansial.

Sumber : 
Sandra Sahupala
HR & Adiministration Coca Cola Indonesia, dalam :
http://www.portalhr.com/majalah/edisisebelumnya/strategi/1id509.html
Desember 2006

Tidak ada komentar:

Posting Komentar